Monday, November 10, 2008

Aku Mencintaimu dan Mendukungmu

Dipetik dari blog Ummu Wafa
http://istisyhad.blogspot.com/

Oleh: Dra. Anis Byarwati, MSi.Ekspresi cinta bisa bermacam-macam. Bagaimana dengan ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah? Menjadi aktifis, saya rasa tidak berarti kehilangan ekspresi dalam mencintai pasangan. Bahkan menurut saya, ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah itu unik, karena juga harus punya pengaruh positif untuk dakwah. Lho, kok bisa begitu? Apa hubungannya ekspresi kita dalam mencintai pasangan dengan dakwah?Berbicara soal cinta mencintai, saya terkesan dengan filosofi cinta yang dimiliki ibu saya. Filosofi beliau ini saya 'tangkap' secara tak sengaja ketika beliau sedang 'menceramahi' adik bungsu saya yang laki-laki yang sedang kasmaran. Cerita sedikit, begini kira-kira sebagian kecil isi ceramah ibu saya..'Kalau kamu mencintai seseorang malah membuat kamu jadi malas belajar, malas kuliah, malas ngapa-ngapain, membuat kamu malah jadi mundur kebelakang, itu cinta yang nggak benar..Jadi begitu rupanya. Saya mencoba merenungi kata-kata itu lebih dalam. Saya merasakan ada kebenaran dari 'ceramah' ibu saya itu. Mencintai seseorang tidak boleh membuat kita menjadi mundur ke belakang. Sebaliknya, mencintai seseorang harus membuat kita lebih produktif, lebih berenergi, lebih punya vitalitas. Singkatnya, mencintai seseorang harus membuat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya!Lalu secara reflek saya mengaitkan itu dengan kehidupan cinta antara pasangan aktifis dakwah. Antara Ummahat al-Mukminin dengan Rasul Yang Mulia, antara para shahabiyat dengan suami mereka. Lihatlah ekspresi cinta Fathimah putri Rasulullah terhadap Ali bin Abi Thalib, Asma' binti Abi Bakar terhadap Zubair bin Awwam, Ummu Sulaim terhadap Abu Thalhah, juga ekspresi cinta Khansa’, Nusaibah, dan para aktifis dakwah zaman ini. Mencintai suami tidak membuat mereka menjadi lemah atau mundur ke belakang. Mencintai suami juga tidak membuat mereka menjadi tak berdaya atau tak mandiri. Justru yang kita saksikan dalam sejarah, mencintai membuat mereka menjadi semakin kokoh, lebih produktif dan kontributif dalam beramal, lebih matang dan bijaksana dalam berperilaku. Dengan kata lain, mereka menjadi semakin 'berkembang' dan 'bersinar' setelah menikah!Betapa indahnya jika ekspresi cinta kita kepada suami membawa dampak seperti itu! Betapa indahnya jika ekspresi kita dalam mencintai suami memberi pengaruh posititif pada kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai aktifis dakwah.Menurut saya, mencintai suami tidak berarti 'kehilangan' diri kita sendiri. Tidak juga berarti kehilangan privacy, tidak membuat kita merasa ‘terhambat’, 'terbelenggu', atau 'tak berdaya'. Kita bisa mencintai suami kita sambil tetap memiliki kepribadian kita sendiri, tetap memiliki privacy. Tentu saja semuanya dalam batas tertentu dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan syari'at Allah.Bahkan yang lebih dahsyat adalah, jika cinta kita kepada suami memiliki 'kekuatan' yang menggerakkan dan memotivasi. Lalu cinta itu mampu membuat kita 'berkembang', menjadikan kita semakin energik, produktif dan kontributif! Dengan begitu, pernikahan membawa keberkahan tersendiri bagi dakwah. Karena, dakwah mendapatkan ‘'ekuatan dan darah baru' dari pernikahan para aktifisnya.Apakah hal itu terlalu idealis? Karena kenyataan kadang berkata sebaliknya. Berapa banyak perempuan kita yang setelah menikah merasa dirinya tidak berkembang? Atau merasa hilang potensinya? Saya tidak ingin mengatakan kondisi 'tenggelamnya' perempuan setelah menikah sebagai sebuah fenomena, meski kondisi seperti ini sering saya jumpai di Jakarta dan juga ketika saya berkunjung ke daerah-daerah.Saya tak ingin membahas kenapa itu terjadi, apalagi mencari 'kambing hitam' segala. Tetapi kita patut merenungkan kata-kata Imam Syahid Hassan Al-Banna ketika berbicara tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Saya kutipkan kata-kata beliau ini yang terdapat dalam buku Hadits Tsulasa, halaman 629..Kehidupan rumah tangga adalah 'hayatul amal'. Ia diwarnai oleh beban-beban dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan romantika, melainkan tolong- menolong dalam memikul beban kehidupan dan beban dakwah..'Rumah tangga merupakan lahan amal. Rumah tangga juga menjadi markaz dakwah. Perjalanan kehidupan rumah tangga para aktifis dakwah bukan hanya dipenuhi romantika semata, tetapi juga diwarnai oleh dinamika semangat beribadah, beramal dan berdakwah. Sebuah perjalanan rumah tangga yang bernuansa ta'awun dalam memikul beban hidup dan beban dakwah. Subhanallah!Saya memberikan apresiasi kepada para perempuan yang setelah menikah justru semakin 'bersinar', kokoh, matang, bijaksana, energik, produktif dan kontributif dalam beramal, sambil menjaga keseimbangan dalam menunaikan tugas sebagai istri dan ibu. Saya percaya, untuk bisa mendapatkan semua kondisi itu ada proses panjang, kerja keras dan pengorbanan yang tidak kecil. Barakallahu fiiki.Lalu untuk perempuan yang masih merasa 'terhambat, terbelenggu dan tidak berkembang' setelah menikah, saya ingin memberi apresiasi secara khusus. Berusahalah untuk menghilangkan perasaan terhambat, terbelenggu atau tidak berkembang itu. Ya, sebab membiarkan perasaan-perasaan semacam itu menguasai diri kita, sama saja dengan 'menggali kuburan sendiri'. Bukankah lebih baik jika kita tetap berpikir jernih dan positif? Lalu mencari bentuk kontribusi yang paling memungkinkan yang bisa kita berikan untuk dakwah. Bisakah kita tetap berhusnuzhon, selama kita ikhlas menjalani hidup kita, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal kita? Bisakah kita tetap yakin, bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh gelar, jabatan, posisi, kedudukan, ketokohan dan kondisi fisik lainnya?!'Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa diantara kamu' (QS al-Hujurat:13).Jadi, tetaplah tegar dan sedapat mungkin beramal sesuai kemampuan dan kesanggupan, karena kita tidak dituntut untuk beramal diluar kemampuan dan kesanggupan kita. Barakallahu fiiki!

Sunday, November 09, 2008

The clock is ticking

Huhu I'm running out of time. Now I can understand how an ukhti felt when she was for her flight returning home, for good. "Kak, x sempat nak tidor semua rumah, x sempat lagi nak buat banyak benda," Huhu now I feel the same. Too many stuff that I wish I could have done them before. My akhawat, my adik2 huhu I wish we could have more time spent together.

6 years. 6 years of memories, of ukhuwwah, tarbiyyah, dakwah and mehnah. I have learnt a lot but of course this is just the end of the beginning.

Now let us all be prepared, to open the new chapter. Those who will be continuing dakwah in oz n nz, may Allah strengthen you in your struggle to continue to preach and to create rijal-s.

For those who are going home, let us support each other in our struggle to adapt to the new-and-lot-more-to-learn environment :).

And for myself, I need your prayers (lots) to witness my second mitsaqan ghaliza (after the one that I tied with Allah). Please pray that Allah will Showers His sakeenah, mawaddah wa rahmah to this sacred bond to be tied soon. may Allah rewards you better iAllah :)...

Sunday, November 02, 2008

Adikku sayang ;)

Tgh carik2 esei dalam komputer terjumpa pulak cerpen lama hehe..

Aku bergegas ke dapur, ku kira telah agak lewat untuk menyediakan bekalku hari ini. Tapi tak mengapa, inshaAllah skill ku untuk memasak dgn pantas akan berjaya memintas masa. Alhamdulillah, skill kurniaan Allah pada kaum Hawa, fikirku sambil tersenyum. Tangan ku pantas memotong bawang, sedikit lobak n broccoli. Dua peket perencah nasi goreng Adabi sempat ku gapai dari dalam almari tadi, bekalan ibu dari Malaysia. Setelah minyak di kuali cukup panas, ku tumis segalanya, semerbak harum bau yg menusuk hidungku. Alhamdulillah, satu lagi nikmat hidu kurniaan Allah. Mana tidaknya, waktu selsema mana mungkin menikmati nikmat ini, ku tersenyum seorang diri lagi. Siap, Alhamdulillah..

* * *

“Assalamulaikum Sumayyah,”
“Waalaikumsalam wrh wbt, kak Salbiah ye?”
“Iye, akak ni, Sumayyah free tak petang ni?”
“Free inshaAllah, kenapa kak?”
“Nak teman akak ke lake tak petang ni? Akak ada roti yang dah expired ni, boleh kita beri makan itik,”
“Ok je, inshaAllah, jumpa nanti ye,”
“Ok inshaAllah lepas asar ye, Wassalamualaikum wrh wbt,”

* * *

Kami beriringan menyusuri jogging track menuju ke arah tepi kolam. Gurau tawa kami kukira bergema memeranjatkan itik-itik yang barangkali sedang khusyuk berzikir mengingati Allah SWT. Kehadiran kami nyata disedari ciptaan Allah dari spesies burung tersebut. Pelbagai gaya acrobatic yang dipamerkan, semuanya bergegas terbang n berenang ke arah kami, kerna yakin rezeki Allah pada mereka Allah salurkan melalui kami. Sekali lagi kami riuh memerhati telatah mereka yang bisa menghiburkan hati sesiapa yang gundah gulana. Kepingan roti itu kami siat-siat menjadi kepingan kecil. Dengan kudrat yang ada, kami melemparnya ke tengah kolam, itik-itik pantas menyudu dengan paruhnya, tidak kira yang kecil mahupon yang besar. Kami memerhati yang kurang mendapat peluang lalu kami alihkan perhatian yang lain agar yg agak ketinggalan peluang menyudu dapat merasa sesisip rezeki.


“Comelkan itik-itik ni,” kataku sambil melemparkan pandangan ke seberang sana, berkira-kira jika ada akhawat lain yang keluar menghirup angin petang juga. “Aah, comel sangat, akak ni fikir apa tuh,” Sumayyah menyiku ku. “ Eh, tak ada apa-apa lah, akak cuma nak tengok-tengok kalau ada kawan-kawan kita yang jalan-jalan juga,” Kami berbalas senyuman, dan terus memerhati ke arah itik-itik yang telah mula beransur berenang ke arah tengah kolam. Barangkali ingin meneruskan zikrullahnya setelah mendapat sedikit rezeki, tanda syukur pada yang Maha Esa.

“Sumayyah, jom kita duduk di sana,” ku tuding jariku ke arah bangku yang kumaksudkan. “Jom,” Sumayyah menyambut tanganku. Kami duduk seraya berpeluk tubuh kerana angin sepoi-sepoi bahasa di petang musim sejuk ini terasa amat dingin. Ku perhatikan Sumayyah seketika, teringat saat awal pertemuan kami, tika Sumayyah bergelar pelajar baru, freshie di universiti kami, manakala aku pula dalam tahun empat pengajianku. Sumayyah antara pelajar yang cerdik dan berani. Diskusi kami di surau seringkali mendapat perhatiannya. Buah fikiran nya dalam menilai isu yang melanda umat Islam masa kini amat matang. Jauh di sudut hati, ku lihat sinar baru, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang mengatur pertemuan ini.

“Sumayyah apa khabar?” soalan biasa yang ku gunakan untuk memulakan perbualan, kekeringan modal ku kira. Dalam hatiku berdoa, malah telah dua tiga hari ku berdoa moga Allah memudahkan lidahku untuk menyusun kata-kata.

“Alhamdulillah, Sumayyah sihat-sihat saja, kak Salbiah pula macam mana? Sumayyah tengok akak sibuk aje minggu ni, banyak assignment ye?” tanya Sumayyah sambil mengerutkan dahinya. Mungkin concern dengan keadaan ku yang agak kalut minggu ini. Aku tertawa kerana tak ku sangka ada insan yang memerhati kekalutan ku. “Oh, memang ye, akak ade assignment yang kene submit semalam, so memang akak agak kalam kabut juga minggu lepas, tapi Alhamdulillah, semuanya dah selesai,” jawab ku sambil merangkul bahu Sumayyah, tanda ku hargai kepekaannya.

“Akak ada apa-apa perkara nak beritahu Sumayyah ke,” teka Sumayyah. Hatiku berdegup kencang, tidak tahu dari mana hendak ku mulakan.

“Ade..” aku terdiam seketika lagi. “Ya Allah, bantulah aku..”nurani ku berbisik mengharap pertolongan Ilahi yg ku yakini amat dekat denganku.

“Sumayyah ada hendak ke mana-mana hujung minggu ni?” akhirnya terlonjak juga butir-butir perkataan itu dari mulutku.

“Erm, Sumayyah ingat nak practice squash, dah lama betul Sumayyah tak main squash, dulu Sumayyah aktif juga kak, Sumayyah main sampai ke peringkat negeri,” ujar Sumayyah bersungguh.

“Oh iyer.. hebat juga Sumayyah ye,” pujiku ikhlas sambil tersenyum, tapi tidak lama senyumanku pudar. Masih ada perkara yang lebih penting perlu ku sampaikan.

“Sumayyah, sebenarnya, akak ada perkara nak dibincangkan dengan Sumayyah..”

Sumayyah mengerutkan dahinya lagi.

“Tentang Squash Tournament tuh.. Sumayyah memang benar-benar ingin turut serta..?” ujar ku perlahan, cuba menyoroti anak matanya.

Sumayyah diam. Aku juga terdiam. Aku menantikan jawapan Sumayyah. Saat yang cuma beberapa ketika itu ku rasakan amat lama.

Sumayyah menghela nafas panjang..

* * *

Sudah tiga hari tidak ku lihat Sumayyah di surau. Yang lain juga turut tertanya-tanya ke mana Sumayyah. Sejak pertemuan kami tempoh hari, Sumayyah ku lihat seperti menjauhkan diri dariku. Jika bertemu di jalanan pun, ditundukkan pandangannya, dilarikan anak matanya. Hatiku serba tak kena..

“Kak Salbiah…” panggil Auni.
“Saya ada perkara nak beritahu akak ni, tentang Sumayyah kak…”
“Kenapa Auni..?”
“Saya ade berbual dgn Sumayyah hari tu. Saya nampak Sumayyah lain macam aje kebelakangan ini. Bila ditanya kenapa.. dia diam aje.. tapi saya tunggukan juga, akhirnya barulah Sumayyah mahu bercerita..” Jelas Auni panjang lebar.
“Sumayyah berkecil hati dengan akak, katanya akak tak memahami dia.. tapi saya faham akak dah laksanakan tanggungjawab akak dengan baik.. tak apalah kak, adik-adik ni masih perlu dilentur.. inshaAllah kita cuba pujuk balik Sumayyah nanti ya,”

Rupa-rupanya Sumayyah berkecil hati dengan teguranku tempoh hari, berkenaan squash tournament itu.

Hatiku bungkam. Janganlah disebabkanku, Sumayyah menjauhkan diri.. Tidak, tidak ada ruang walau untuk kehilangan seorang akhawat. Aku mula resah dan gelisah. Aku mula menyalahkan diriku.. Tidak!!! Syaitan telah mula mencucuk-cucuk titik kelemahan seorang manusia.. Syaitan itu cuba menanamkan rasa was-was dengan al-Haq yang cuba ditegakkan. Teguhlah wahai diri.. sedangkan Rasulullah dilempar dengan batu sewaktu berdakwah ke Thoif, dicaci dan dihina kaum musyrik Mekah, perjalanan nya ditaburi duri dan najis oleh seorang perempuan Yahudi.. betapa hebat tentangan yg dihadapi Rasulullah, betapa besar perjuangan Rasulullah menghadapi semua itu untuk bersaksikan kebenaran ke atas sekalian manusia.. apalah jika dibandingkan dengan dugaan yg sekelumit ini, tabahlah wahai hati..

Duhai ukhti, andai kau dapat baca apa yang tersurat di hati dan fikiranku, ketahuilah aku inginkan segala yang terbaik untuk Islam, untuk umat ini, juga untuk dirimu sendiri.. mana mungkin aku biarkan kau terjerumus ke dalam kegelapan yang pernah aku tempuh suatu masa dahulu.. tidak bisa kubiarkan kau tenggelam dalam keadaan dunia yang bercampur baur antara yang haq dan yang batil itu, kerana Allah telah mengangkat makhlukNya tinggi dengan Al Quran.. ku hidangkan satu anologi yang kuambil dari buku Pelembut Hati.. ibarat seekor kupu-kupu yang terbang di atas sebuah kolam.. alangkah girang hatinya apabila melihat bayangnya di dalam air.. semakin ia leka dengan bayang-bayangnya yang cantik itu, semakin dekat ia ke permukaan air.. lalu ia sedar bahawa keghairahannya selama ini hanyalah kepada bayang-bayangnya sendiri.. jika ia tidak cepat terbang tinggi, maka bisa saja gelombang air membasahi sayapnya jikalau ia tidak jatuh ke dalam kolam, lalu ia tidak mampu untuk terbang lagi..

“Ya Allah, selamatkanlah kami semua dari azab dan siksa nerakaMu.. dan peliharalah ukhuwwah ini..” munajatku pada Al Khaliq.

* * *

Aseef endingnye ana x tersave, tapi ana cuba wat ending sedih, akhawat boleh teka kot, sumayyah tu akhirnya jadi akhawat yang sangat mantap, ukhuwwah mereka mekar, satu hari dapat surat dari kak salbiah, bbrp hari later sumayyah dapat berita yang kak salbiah dipanggil dahulu menemui Ilahi huhu.. camtulah, kalau ana jumpa the other half of the cerpen nanti ana post ye ;)

oh ye tema cerpen ni ukhuwwah n DF, aseef kalau x terconvey sebaiknya huhu